Nama
Penulis : Annisa Mahliani
***
OTAKU GIRL
***
Namanya Dinda, seorang gadis remaja yang baru masuk dibangku
perkuliahan. Berbeda dari kebanyakkan gadis biasanya, Dinda menyukai hal yang
berbeda. Jika kebanyakan gadis lain menyukia budaya K-pop, gadis ini menyukai
Anime (1) dan Manga (2), bisa dibilang gadis ini sudah masuk katagori Otaku
(3). Karena hobinya yang berbeda, gadis ini sangat jarang berinteraksi dengan
teman-teman sekelasnya. Selain karena sifat dasarnya yang pendiam, dia juga
bingung ingin bicara apa dengan mereka.
***
Saat ini turun hujan, Dinda berjalan menuju kampusnya dengan
payung yang senantiasa melindungi tubuhnya. Meski tidak semua bagian tubuhnya
yang dapat terlindung, karena bagian kakinya basah akibat cipratan hujan. Jalan
sekarang cukup sepi, hanya beberapa kendaraan yang melewatinya. Mungkin bagi
sebagian orang enggan untuk menerobos hujan atau mereka akan berasumsi Dosennya
tidak akan datang.
Dinda tinggal tidak jauh dari kampusnya, itu sebabnya dia
enggan menggunakan kendaraan. Selain karena tempat tinggalnya yang dekat, dia
juga dapat menghemat pengeluarannya serta mengurangi polusi, meski tidak
terlalu efektif karena masih banyak yang menggunakan kendaraan. Lagipula
berjalan kaki membuatnya merasa seperti orang Jepang, di Anime atau Drama yang
biasanya dia tonton.
Ditengah jalan, seorang laki-laki tiba-tiba saja masuk ke
payungnya. Seorang laki-laki berperawakan tinggi putih. Dinda kenal laki-laki
ini, meski hanya kenal sebatas ingat wajah. Dia teman sekelasnya. Siapa
namanya? Entahlah, Dinda tidak peduli dengan nama teman-teman sekelasnya.
“Hey, boleh aku ikut sampai kelas?” ucap laki-laki itu.
‘Dari mana dia datang?’ pikir Dinda, ‘Apa dia …’, gadis ini
menggeleng pelan, mana mungkin hal itu terjadi didunia nyata. Apa dia harus
berhenti menonton Anime? Pikirannya sekarang semakin jauh dari kata rasional.
Dinda melirik sedikit kebelakang laki-laki itu. ‘Kantin?’ Rupanya laki-laki itu
terjebak dikantin. Oke, setidaknya dia masih bisa berpikir logis, dengan kesimpulan
yang baru dia dapat.
“Boleh tidak?” tanya laki-laki itu lagi.
“Eh? Tentu,” ucap Dinda pada akhirnya.
***
Seminggu sudah belalu sejak kejadian itu, Dinda mulai
memperhatikan sekitarnya. Tepatnya memperhatikan Refan --laki-laki yang semingu
lalu satu payung dengannya--, setidaknya sekarang dia tahu nama teman sekelasnya,
meski hanya beberapa.
Sejak kejadian itu, dia tidak pernah berbicara dengan Refan,
meski kadang-kadang Refan duduk disampinngnya. Sifat pendiam Dinda membuatnya
enggan untuk mengajak bicara orang lain terlebih dahulu.
Saat ini pelajaran seharusnya sedang berlangsung, namun
Dosen berhalangan hadir dan mereka hanya diberikan tugas. Dinda duduk dengan
tenang sambil mengerjakan tugasnya. Entah kebetulan atau tidak, Refan duduk disampingnya.
“…” Gadis cantik itu melirik Refan yang duduk disampingnya.
Apa dia tidak salah dengar? Tadi Refan menyanyi pelan. Seseorang menyanyi
memang hal yang biasa, tapi masalahnya lagu yang dia nyanikan adalah salah satu
soundtrack dari Anime yang sering dia tonton. Apa dia juga seorang Otaku? Dinda
menggelengkan kepalanya sebentar. Mungkin tadi hanya perasaannya saja. Dia
kembali melirik kesampingnya, laki-laki itu diam sambil mengerjakan tugasnya.
***
Tugas sudah dikumpulkan, kebanyakan mahasiswa akan pulang ke
kos atau tempat tinggalnya-nya daripada menunggu mata kuilah berikutnya yang
akan mereka masuki beberapa jam kemudian. Tapi berbeda Dinda, dia lebih suka
menjadi penghuni kampus daripada harus bolak-balik, percayalah itu melelahakan
bagi Dinda yang hanya berjalan kaki.
Dinda biasanya akan berada dikantin, perpus atau duduk
disalah satu payung yang ada dikampusnya, itu pun jika ada yang masih kosong,
menginggat payung-payung itu selalu penuh.
Sekarang, gadis Otaku ini berada di kantin. Dia ingin
memberi makan perutnya yang dari tadi berkonser ria.
“Chiyu…”
“…”
“Chiyu…” Dinda diam sebentar, seperti ada yang memanggilnya.
Tunggu! Apa dia sedang berhalisnasi? Gadis cantik ini menggeleng pelan. Mana
mungkin ada yang mengenalnya dengan nama ‘dunia’ maya-nya.
Dinda berjalan kearah meja yang kosong dan duduk disana,
menunggu makanan yang sudah ia pesan.
“Chiyu…” Tunggu dulu! Apa otaknya benar-benar bermasalah
sekarang? Sepertinya batas halusinasi dan dunia nyata semakin tipis saja.
“Chiyu! Berhentilah bertingkah seakan-akan kau tidak mendengarku!”
‘Hah?’ Seoarang laki-laki tiba-tiba saja duduk disampingnya.
Laki-laki yang dia kenal sebagai Refan. Tunggu dulu, jadi tidak berhausinasi? “Darimana
kau tahu namaku?” tanya Dinda. Sungguh, itu adalah pertanyaan paling bodoh yang
pernah dilontarkan Dinda.
“Apa harus aku menjawabnya? Kita teman sekelas loh,” ucap
Refan.
“Di kelas aku tidak menggunakan nama itu.”
“Baiklah, baiklah, aku menyerah. Aku mencaritahu tentang
dirimu. Sedikit sulit memang, karena kau orang yang misterius, Otaku Girl.”
“Hm, tujuanmu?”
“Huf, kau ini memeng Otaku, tidak ada basa-basinya. Aku
hanya ingin jadi temanmu. Bisakan?” Tidak ada jawaban dari Dinda, gadis manis
ini lebih memilih menikmati makanan yang sudah datang.
***
Dinda dan Refan sudah masuk dalam katagori teman, setidaknya
itu anggapan Refan, melihat Dinda masih sering tidak mempedulikan laki-laki
itu. Tapi adakalanya, Dinda mau berbicara dengan Refan, itupun kalau mood Dinda
sedang baik.
“Hey, Chiyu,” panggil Refan. Laki-laki ini memang lebih suka
memanggil gadis disampingnya dengan nama itu, habisnya kalau memakai nama
‘Dinda’, gadis ini tidak pernah merespon.
“Hm,” guram Dinda pelan. Saat ini dia sedang merebahkan
kepalanya diantara dua tangannya yang bertumpu pada meja.
“Daijoubu desu ka (4)?” tanya Refan, dia akhir-akhir ini
juga sering berbicara dengan bahasa Jepang. Ternyata tidak ada salahnya nonton
Anime, selain bisa belajar bahasa Jepang, dia juga bisa memperlancar bahasa
Inggrisnya. Lalu, apa hubungannya dengan bahasa inggris? Dinda memberinya Anime
dengan subtitle English, jadi dia harus lebih berusaha dalam mencerna setiap
kalimat yang diucapkan para pemainnya.
“Daijoubu (5),” ucapnya lemah.
“Kau yakin?” ucap Refan sambil memegang bahu Dinda, mencoba
untuk melihat wajah gadis itu yang tersembunyi dibalik lengannya.
“Astaga! Kau pucat sekali!”
“Sudah ku bilang aku baik-baik saja,” ucap Dinda kesal.
“Tidak, kau harus ke ruang perawatan! Kau sedang sakit dan
harus istirahat!”
“Tidak mau! Sebentar lagi kuliah akan masuk!”
“Keras kepala!” ucap Refan sambil cengraman tangan Dinda
kasar keluar kelis tanpa menghiraukan tatapan binggung dari teman-teman
sekelasnya.
“Ittai… (6), apa-apaan sih, sudah dibilang aku baik-baik
saja!” ucap gadis manis itu sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan itu.
Namun hal itu sia-sia, tubuhnya sekarang terlalu lemah untuk melawan. Dia
mengutuk dirinya sendiri, kenapa tiap bulan dia harus merasakan sakit seperti
ini ketika hal ‘itu’ datang.
Mereka sudah mencapai ruang kesehatan, tepatnya berada
didepan pintunya.
“Refan?” panggil suara asing dibelakang mereka berdua
menbuat kedua anak Adam dan Hawa itu menoleh. Seorang gadis cantik berdiri
disana, menatap keduanya, “Apa yang kau lakuakan?” ucapnya sambil menatap tangan
Refan yang bertaut dengan tangan Dinda. Sekali lihatpun tahu, ada kilat kemarahan
atau kecemburuan dimatanya.
“Rena, ini…” secara refleks, Refan melepaskan cengkramannya.
“Ini… dia temanku, dan dia sakit. Aku hanya mengantarkannya keruang kesehatan,”
ucap satu-satunya laki-laki yang ada disitu, ada nada gugup dalam ucapannya dan
dua gadis itu sadar akan itu.
“Oh? Namaku Rena dan aku pacarnya Refan,” ucap Rena.
Dinda sadar ada nada menekanan pada kaliamat itu, menegaskan
bahwa Refan adalah miliknya. ‘Huh, posesif,’ Dinda ingin tertawa, namun
diurungkannya.
“Dinda desu, yoroshiku(7),” ucap gadis Otaku itu sambil
berjalan masuk kedalam ruang kesehatan meninggalkan dua pasangan muda-mudi
tersebut. Sekali lihat Dinda juga tahu, gadis bernama Rena itu Yandere (8) dan
Dinda malas berhubungan dengan orang yang seperti itu, lebih baik dia pergi.
***
Hari ini tidak biasanya Refan duduk di belakang Dinda.
Mungkin hari ini Refan sedikit terlambat datang. Di depan kelas sudah ada Dosen
yang mengajar sambil bercerita. Dinda duduk tenang sambil menyalin keterangan
dari Dosen yang dianggapnya penting.
“Hey, Chiyu,” panggil Refan dari belakang. Mau tidak mau,
Dinda menoleh, mungkin saja apa yang disampaikan Refan penting, meski itu
mustahil karena Refan selalu mengatakan hal yang tak penting, “pacaran yuk?”
“Konyol,” ucap Dinda sambil kembali mengalihkan pandangannya
kedepan. Tapi belum beberapa saat kejadian tadi terjadi, Refan kembali
berbicara.
“Chiyu, pacaran yuk?”
“Cari gadis lain,” ucap Dinda cuek. Dia tahu Refan hanya
main-main, ck, mana aja cowok yang nembak cewek , yang nyata-nyata cewek itu
tahu kalau cowok itu sudah punya pacar.
“Hey, Dinda, pacaran yuk?” ucapnya lagi.
“Huf,” Dinda menghela nafas pelan, “baiklah.”
“Hah?”
***
Pulang kuliah, “Hey, Dinda, yang tadi itu tidak serius loh,”
ucap Refan sambil mengimbangi jalannya Dinda. “Aku tahu,” ucap gadis manis itu
cuek. Dia tahu Refan hanya bercanda, tapi entah kenapa, jantungnya berdegup
kencang saat itu. Memang sih dia sedikit Tsundare (9). Tunggu dulu, kenapa dia
sekarang mengaku Tsundare? Dia tidak menyukai Refan, setidaknya itu yang dia
harapkan.
Seharusnya dia memang tidak membuka diri, merasa kehadiran
teman yang bisa diajak bicara memang menyenangkan. Melihat Refan yang selalu
ceria dan selalu membantunya membuatnya merasa nyaman. Dinda tahu, Refan adalah
laki-laki setia. Dia tahu, namun ada perasaan dalam hati kecilnya yang
menginginkan hubungan Refan dan kekasihnya berakhir. Sungguh dia teman yang
jahat, tunggu, apa dia pantas dipanggil temannya? Dia jahat, tapi lebih jahat
lagi Refan, laki-laki yang membuatnya jatuh cinta.
Sungguh, kenapa sekarang dia jadi menyalahkan orang lain
atas kesalahnnya sendiri? Cerita ini masih panjang, ini hanya awal dari sebuah
penyangkalan dan penyesalan cinta. Tidak ada yang tahu akhir dai cinta segitiga
ini. Yang perlu dilakukan hanya menunggu, menunggu sampai cerita ini berlanjut.
TAMAT
Sebenarnya
gak tamat sih, sebenarnya ceritanya masih panjang banget :p . tapi Cuma sampai
sini sih aku nulis buat lomba di kampus. Kayaknya gak lolos :p Sudahlah,
lebih baik bermain di dunia fanfiction.net :D
Akhir
kata, saya ucapkan, Arigatou gozaimasu….
By:
Annisa Mahliani (Yuki Jaeger)
Sosiologi
& Anropologi